Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS. Al-Maidah: 8.
Asbabun Nuzul
Dikatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Yahudi Bani Nadhir ketika mereka bermusyawarah untuk membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka kemudian Allah menurunkan wahyu kepada beliau sehingga beliau selamat dari tipu daya mereka. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus utusan memerintahkan kepada mereka untuk pergi dari lingkungan kota Madinah. Mereka pun bertahan dan membentengi diri dengan benteng mereka. Maka Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam keluar menuju mereka bersama dengan para sahabat seluruhnya dan mengepung mereka selama enam malam. Hal tersebut membuat urusan ini menjadi semakin hebat bagi mereka. Maka mereka kemudian meminta Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar cukup dengan mengusir mereka dan tidak menumpahkan darah mereka serta bagi mereka dapat membawa harta yang dapat dibawa oleh unta – unta mereka. Sebagian kaum mu’minin berpandangan bahwa sekiranya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyiksa mereka dan banyak membunuh mereka. Maka turunlah ayat ini untuk melarang mereka dari berbuat berlebihan dengan menganiaya dan menyiksa mereka. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengabulkan usulan yang diajukan oleh kaum Yahudi.
Dikatakan pula bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kaum musyrikin yang menolak kaum muslimin untuk ke Masjidil Haram pada tahun perjanjian Hudaibiyah. Seolah – olah Allah ta’ala mengulang larangan di sini untuk melembutkan ketajaman kaum muslimin dan keinginan mereka untuk membunuh kaum musyrikin dengan berbagai macam jenis – jenisnya.
Makna Ayat
Wahai orang – orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang – orang yang menegakkan kebenaran karena Allah ‘azza wa jalla, tidak karena manusia tidak pula karena nama baik atau popularitas (sum’ah). Yakni menegakkan kebenaran ikhlas karena Allah dalam perbuatan apa saja baik urusan agama maupun urusan dunia kalian.
Bersaksi dengan benar dan adil tanpa berat sebelah dan tidak adil. Sama saja baik itu bagi orang yang bersaksi baginya ataupun yang bersaksi atasnya. Yakni bersaksi dengan adil karena adil itu adalah timbangan kebenaran, bila keadilan telah mati maka ketidakadilan akan timbul pada umat dan tersebar kerusakan pada apa saja yang ada di antaranya. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri”. QS. An-Nisa’: 135.
Syahadah (kesaksian) adalah berita fakta dan menunjukkan yang haq atau benar di hadapan hakim agar hakim dapat memutuskan berdasarkan fakta tersebut.
Kemudian selanjutnya, janganlah kemarahan suatu kaum dan permusuhan mereka membawa kalian untuk meninggalkan berlaku adil, bahkan berlaku adillah dalam muamalat kalian bersama setiap orang, baik dia itu teman dekat ataupun musuh.
Perbuatan adil kalian itu lebih dekat kepada ketaqwaan daripada meninggalkannya, yakni berlaku adil dalam mumalat dengan musuh adalah lebih dekat kepada mencegah perbuatan maksiat secara umum. Firman Allah “lebih dekat kepada ketaqwaan” adalah termasuk dalam bab mengerjakan perbuatan yang diutamakan dalam posisi yang tidak ada sesuatu lainnya pada sisi yang lain, yakni bukan untuk mengutamakan salah satu di antara dua hal. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلًا
“Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya.” QS. Al-Furqan: 24.
Bertakwalah kepada Allah, yakni ambillah perlindungan dari azab-Nya, dalam setiap amal perbuatan kalian. Maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dengan apa saja yang kamu kerjakan. Tidak tersembunyi amalan – amalan kalian, dan kalian akan dibalas atas perbuatan – perbuatan yang kalian lakukan, bila baik maka akan dibalas dengan kebaikan, bila buruk maka akan dibalas dengan keburukan.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
Tafsir Al-Munir karya Syaikh Wahbah Zuhaili.