Tafsir QS. Al-An’am: 68-70
Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا رَأَیۡتَ ٱلَّذِینَ یَخُوضُونَ فِیۤ ءَایَـٰتِنَا فَأَعۡرِضۡ عَنۡهُمۡ حَتَّىٰ یَخُوضُوا۟ فِی حَدِیثٍ غَیۡرِهِۦۚ وَإِمَّا یُنسِیَنَّكَ ٱلشَّیۡطَـٰنُ فَلَا تَقۡعُدۡ بَعۡدَ ٱلذِّكۡرَىٰ مَعَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّـٰلِمِینَ * وَمَا عَلَى ٱلَّذِینَ یَتَّقُونَ مِنۡ حِسَابِهِم مِّن شَیۡءࣲ وَلَـٰكِن ذِكۡرَىٰ لَعَلَّهُمۡ یَتَّقُونَ * وَذَرِ ٱلَّذِینَ ٱتَّخَذُوا۟ دِینَهُمۡ لَعِبࣰا وَلَهۡوࣰا وَغَرَّتۡهُمُ ٱلۡحَیَوٰةُ ٱلدُّنۡیَاۚ وَذَكِّرۡ بِهِۦۤ أَن تُبۡسَلَ نَفۡسُۢ بِمَا كَسَبَتۡ لَیۡسَ لَهَا مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلِیࣱّ وَلَا شَفِیعࣱ وَإِن تَعۡدِلۡ كُلَّ عَدۡلࣲ لَّا یُؤۡخَذۡ مِنۡهَاۤۗ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ ٱلَّذِینَ أُبۡسِلُوا۟ بِمَا كَسَبُوا۟ۖ لَهُمۡ شَرَابࣱ مِّنۡ حَمِیمࣲ وَعَذَابٌ أَلِیمُۢ بِمَا كَانُوا۟ یَكۡفُرُونَ
Apabila engkau (Muhammad) melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka hingga mereka beralih ke pembicaraan lain. Dan jika setan benar-benar menjadikan engkau lupa (akan larangan ini), setelah ingat kembali janganlah engkau duduk bersama orang-orang yang zhalim. Orang-orang yang bertakwa tidak ada tanggung jawab sedikit pun atas (dosa-dosa) mereka; tetapi (berkewajiban) mengingatkan agar mereka (juga) bertakwa. Tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agamanya sebagai permainan dan senda-gurau, dan mereka telah tertipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Qur’an agar setiap orang tidak terjerumus (ke dalam neraka), karena perbuatannya sendiri. Tidak ada baginya pelindung dan pemberi syafaat (pertolongan) selain Allah. Dan jika dia hendak menebus dengan segala macam tebusan apa pun, niscaya tidak akan diterima. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan (ke dalam neraka), karena perbuatan mereka sendiri. Mereka mendapat minuman dari air yang mendidih dan azab yang pedih karena kekafiran mereka dahulu. QS. Al-An’am: 68-70.
Tafsir Al-Wajiz
Jika engkau Wahai Nabi melihat orang – orang menyerang ayat – ayat kami dengan mendustakan dan mengolok – olok, maka tinggalkanlah mereka dan jangan duduk bersama mereka, hingga mereka berbicara pembicaraan yang lainnya. Jika syaitan menjadikanmu lupa dari meninggalkan mereka, maka bila engkau telah ingat, janganlah engkau duduk bersama orang-orang yang zhalim terhadap diri mereka sendiri itu. Tinggalkanlah mereka dalam kondisi itu. Dari Ibnu Abbas: Bahwasanya ayat ini berkenaan dengan majelis – majelis yang mana mereka berdebat di dalamnya mengenai ayat – ayat Allah. Mereka bertengkar dalam majelis itu. Mereka itu adalah pengikut hawa nafsu dan bid’ah. Dari As-Suddiy: Bahwasanya ayat ini turun berkenaan dengan kaum musyrikin yang mengolok – olok al-Qur’an dan Nabi.
Tidaklah orang – orang yang bertakwa kepada Rabb-nya menanggung hisabnya orang – orang yang mengolok – olok ayat – ayat Allah. Tidak pula mereka menanggung dosa mereka sedikitpun jika orang – orang yang bertakwa itu berpaling dari mereka atau duduk bersama mereka sedangkan mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Akan tetapi hendaknya orang – orang yang bertakwa itu menjauhkan diri dari mereka atau mengingatkan mereka terhadap besarnya dosa yang ada pada mereka disebabkan oleh olok – olokan itu. Agar mereka meninggalkan perbuatan tersebut dan takut kepada Allah, sehingga mereka menahan diri dari perkataan yang batil.
Tinggalkanlah orang – orang yang menjadikan agama yang haq ini sebagai permainan dan olok – olokan atau hiburan. Kehidupan dunia dan perhiasannya telah menipu mereka sehingga mereka mengingkari hari kebangkitan dan melupakan kehidupan akhirat. Nasehatilah dengan Al-Qur’an agar seseorang tidak mencelakakan dirinya sendiri atau agar tidak masuk dalam neraka jahannam dengan sebab perbuatan – perbuatan maksiat yang dikerjakannya di dunia. Maksudnya: Berilah peringatan dengan Al-Qur’an untuk menyelamatkan jiwa mereka dari adzab sebelum adzab itu mengenai mereka. Saat itu tidak ada lagi penolong bagi jiwa tersebut yang akan menolong dan menyelamatkannya dari adzab Allah. Juga tidak ada pemberi syafaat yang akan memberikan syafaat baginya. Hingga ketika seseorang yang diserahkan untuk dihukum mengorbankan semua tebusan agar selamat, meskipun dengan emas sepenuh bumi pun, tetap saja tidak akan diterima darinya. Orang – orang yang diserahkan kepada adzab Ilahi dengan sebab amal buruk mereka, bagi mereka di neraka jahannam itu minuman dari air yang sangat panas dan adzab yang keras lagi menyakitkan karena kekufuran dan olok – olok mereka terhadap ayat – ayat Allah ta’ala.
Fiqih Kehidupan dan Hukum – Hukumnya
Ayat – ayat yang mulia ini menunjukkan kepada hal – hal sebagai berikut:
1. Wajibnya berpaling dari majelisnya orang – orang yang mengolok – olok Al-Qur’an, mengolok – olok Nabi, atau mengolok – olok hukum – hukum Islam. Wajib juga berpaling dari majelisnya orang – orang yang menakwilkan ayat – ayat al-Qur’an tanpa haq dan menyimpangkannya dari tempatnya. Ibnu Khuwaiz Mandad berkata: Barang siapa yang mengolok – olok ayat – ayat Allah, aku tinggalkan majelisnya dan pindah, apakah dia itu mu’min ataupun kafir.
2. Jika seseorang mengetahui kemunkaran orang lain dan ia mengetahui bahwasanya dia tidak akan menerima nasehatnya, maka hendaknya ia berpaling darinya karena membenci kemunkaran dan jangan mendekatinya sebagaimana yang dikatakan oleh al-Qurthubi.
3. Ibnu Al-Arabi berkata: Ini adalah dalil bahwa majelisnya para pelaku dosa besar itu tidak lah halal (untuk dihadiri).
Para penganut mazhab Maliki melarang masuk ke wilayahnya musuh, memasuki tempat – tempat ibadah mereka, dan majelis orang – orang kafir dan ahli bid’ah, agar tidak meyakini persahabatan mereka, tidak mendengarkan perkataan mereka, dan pandangan – pandangan mereka.
4. Para nabi itu pada asalnya tidak akan pernah lupa pada apa saja yang wajib untuk mereka sampaikan berupa hukum – hukum syara’ karena terjaganya mereka dari yang demikian itu. Mereka mungkin lupa dalam perkara – perkara yang lazim seperti lupa di tengah – tengah sholat dan yang semisal dengan itu.
Lupa yang demikian itu bukanlah sebagai bentuk adanya penguasaan dan perlakuan dari syaitan atas manusia. Penguasaannya itu terbatas pada kaum musyrikin dan kaum kafir, tidak pada kaum mu’minin.
5. Menurut pendapat yang lebih kuat, bahwasanya ayat:
وَمَا عَلَى ٱلَّذِینَ یَتَّقُونَ مِنۡ حِسَابِهِم مِّن شَیۡءࣲ وَلَـٰكِن ذِكۡرَىٰ لَعَلَّهُمۡ یَتَّقُونَ
Orang-orang yang bertakwa tidak ada tanggung jawab sedikit pun atas (dosa-dosa) mereka; tetapi (berkewajiban) mengingatkan agar mereka (juga) bertakwa. QS. Al-An’am: 69.
tidaklah dihapuskan. Maknanya tetap yaitu: Tidaklah ada bagian sedikitpun dari hisabnya kaum musyrikin atas kalian dan kewajiban atas kalian adalah mengingatkan mereka. Jika mereka menolak, maka hisab mereka ada pada Allah.
6. Olok – olokan dalam agama itu tidak punya justifikasi pada syariat atau agama apapun. Orang – orang yang mengolok – olok itu hanyalah bermain – main karena mudahnya mereka tertipu kehidupan dunia ini. Yakni mereka tidak mengetahui kecuali zhahirnya saja dari kehidupan dunia ini. Jika kekafiran telah berakar pada mereka, maka itu merusak fitrah mereka sehingga tertutuplah mereka dari segala kebaikan.
7. Al-Qur’an itu adalah sebaik – baik pengingat bagi manusia dari hal yang membahayakan dirinya dan dari adzab neraka jahannam. Seorang muslim yang benar itu adalah orang yang menjadikan Al-Qur’an sebagai imam dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai jalan hidup. Bukan orang yang tertipu oleh angan – angan kosong dan khayalan.
8. Di akhirat nanti, tidaklah diterima tebusan, pertolongan yang dapat menolong, dan syafaat dari yang memberi syafaat kecuali dengan izin Allah dan kehendak-Nya berdasarkan firman-Nya ta’ala:
یَوۡمَىِٕذࣲ لَّا تَنفَعُ ٱلشَّفَـٰعَةُ إِلَّا مَنۡ أَذِنَ لَهُ ٱلرَّحۡمَـٰنُ وَرَضِیَ لَهُۥ قَوۡلࣰا
Pada hari itu tidak berguna syafaat (pertolongan), kecuali dari orang yang telah diberi izin oleh Tuhan Yang Maha Pengasih, dan Dia ridhai perkataannya. QS. Thaha: 109.
وَلَا تَنفَعُ ٱلشَّفَـٰعَةُ عِندَهُۥۤ إِلَّا لِمَنۡ أَذِنَ لَهُ
Dan syafaat (pertolongan) di sisi-Nya hanya berguna bagi orang yang telah diizinkan-Nya (memperoleh syafaat itu). QS. Saba’: 23.
وَلَا یَشۡفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ٱرۡتَضَىٰ
Dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai (Allah). QS. Al-Anbiya’: 28.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
1. Tafsir Al-Wajiz Syaikh Wahbah Zuhaili.
2. Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.