Berbeda – Bedanya Tingkat Keimanan Kaum Mu’minin

Sebagai konsekuensi dari bertambah dan berkurangnya keimanan sebagaimana telah dibahas sebelumnya adalah bahwasanya kaum mu’minin itu berbeda – beda dan bervariasi dalam keimanan mereka sebagaimana mereka berbeda – beda dalam amal – amal mereka. Yang demikian itu, disebabkan oleh berbeda – bedanya atau bervariasinya mereka dalam ketaatan. Dari konsep ini, maka haram hukumnya mengatakan: “keimananku dan keimanannya para malaikat dan para nabi – sholawatullah wa salamuhu ‘alaihim ajma’in – adalah satu.” Sehingga tidak dibenarkan menyandingkan keimanan mereka – mereka yang utama itu dengan yang selainnya, sama saja apakah mereka itu adalah orang – orang yang sholih atau orang – orang yang zhallim. Contoh bagi hal ini sangat banyak sekali.

Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya beliau berkata: sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ

“Tidaklah berzina seorang pezina ketika ia berzina ia dalam keadaan mu’min, tidaklah seseorang meminum khamr ketika ia meminumnya ia dalam keadaan mu’min, tidaklah seseorang mencuri ketika ia mencuri ia dalam keadaan mu’min, dan tidaklah seseorang yang merampas hak orang agar pandangan manusia tertuju kepadanya ketika ia merampasnya ia dalam keadaan mu’min.”

Maksud dari sabdanya: (وَهُوَ مُؤْمِنٌ) adalah ia dalam keadaan iman yang sempurna, karena pada kenyataannya keimanan itu berkurang dengan melaksanakan dosa – dosa besar dan tidak menahan diri daripadanya. Meski demikian melaksanakan dosa – dosa besar itu tidak menyebabkannya jatuh kepada kekafiran atau pengingkaran terhadap Allah azza wa jalla. Demikianlah setiap topik pembicaraan dari al-Qur’an maupun as-Sunnah terdapat di dalamnya penegasan agar tidak meninggalkan yang fardhu dan tidak mengerjakan dosa – dosa besar dan yang dimaksud di sini adalah berkurangnya keimanan bila melakukan hal – hal tersebut (tidak sampai kafir kecuali bila berbuat syirik) karena Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.” QS. An-Nisa’: 48.

Atsar dari para sahabat berikut ini menunjukkan bahwasanya ketaatan itu adalah bagian dari keimanan, keimanan itu bertambah dan berkurang dengan sebab ketaatan, dan bahwasanya orang – orang yang beriman berbeda – beda dalam keimanan mereka. Di antara atsar tersebut adalah atsar yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad di dalam as-Sunnah dari Hudzail bin as-Syarhabil beliau berkata: Umar bin al-Khatthab berkata:

 لَوْ وُزِنَ إِيمَانُ أَبِي بَكْرٍ بِإِيمَانِ أهل الأرض لرجح بهم

“Bila keimanan Abu Bakar ditimbang dengan keimanan penduduk bumi niscaya lebih berat keimanan Abu Bakar.”

Ibnu Abi Syaibah mengeluarkan riwayat dari Muhammad bin Thalhah dari Zubaid dari Dzar beliau berkata:

 كَانَ  عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ  رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ رُبَّمَا أَخَذَ بِيَدِ الرَّجُلِ وَالرَّجُلَيْنِ ، يَقُولُ : ” تَعَالَوْا نَزْدَادُ إِيمَانًا “

“Adalah Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu kerap kali mengambil tangan seseorang atau dua orang laki – laki sambil berkata: “Marilah kita menambah keimanan”.

Ibnu Abi ad-Dunya mengeluarkan riwayat di dalam al-Yaqin dari al-Ala’ bin Abdurrahman beliau berkata: seorang laki – laki berdiri menghadap kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan berkata: wahai amirul mu’minin, apakah iman itu? Beliau menjawab:

 الْإِيمَانُ عَلَى أَرْبَعِ دعَائِمَ : عَلَى الصَّبْرِ ، وَالْيَقِينِ ،  وَالْعَدْلِ ، وَالْجِهَادِ.

“Keimanan itu tegak di atas empat tiang: sabar, yakin, adil, dan jihad.” Kemudian beliau menyebutkan pembagian dari masing – masing tiang tersebut.

Ibnu Abi Syaibah mengeluarkan riwayat di dalam al-Iman bahwa Hijr bin Adi berkata: aku mendengar Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata:

 الْوُضُوءُ نِصْفُ الإِيمَانِ

“Wudhu itu adalah setengah dari keimanan”.

Ahmad, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Hakim, dan yang lainnya meriwayatkan dari Buraidah bin Hushaib dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda:

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian diantara kita dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya berarti ia kafir.”

Maksudnya adalah bahwasanya keimanannya terhadap Allah ta’ala berkurang dengan meninggalkan salah satu cabang di antara cabang – cabang keimanan. Tidaklah yang dimaksud dengan kafir dalam hadits tersebut adalah kafir dalam arti membatalkan keimanan terhadap Allah selama ia tidak mengingkari wajibnya sholat.

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan di dalam al-Iman beliau berkata: Mu’adz bin Jabal berkata kepada para sahabatnya:

اجْلِسُوا بِنَا نُؤْمِنْ سَاعَةً

“Marilah kita duduk, kita tambah keimanan kita beberapa saat ini.”

Yakni mengingat Allah.

Ibnu Abi Syaibah juga meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwasanya beliau berkata:

اجْلِسُوا بِنَا نَزْدَدْ إِيمَانًا

“Marilah duduk bersama kami agar kita dapat menambah keimanan.”

Ahmad dan al-Ajuri meriwayatkan di dalam as-Syariah bahwasanya Ibnu Mas’ud berdoa:

 اللَّهُمَّ زِدْنِي إِيمَانًا وَفِقْهًا

“Ya Allah tambahkanlah bagiku keimanan dan kepahaman.”

Semuanya ini menunjukkan bahwa keimanan itu bertambah dengan melaksanakan ketaatan dan dengan ketaatan itu bertambahlah keimanan orang – orang yang taat.

Adalah Abu Hurairah (sebagaimana dikatakan oleh Dawud bin Husain al-Baihaqi) berkata:

ثَلاثٌ مِنَ الإِيمَانِ : أَنْ يَحْتَلِمَ الرَّجُلُ فِي اللَّيْلَةِ الْبَارِدَةِ فَيَقُومُ فَيَغْتَسِلُ ، لا يَرَاهُ إِلا اللَّهُ ، وَالصَّوْمُ فِي الْيَوْمِ الْحَارِّ ، وَصَلاةُ الرَّجُلِ فِي الأَرْضِ الْفَلاةِ لا يَرَاهُ إِلا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

“Tiga hal yang merupakan bagian dari iman: seorang laki – laki mimpi basah di malam hari yang dingin, kemudian dia bangun dan mandi, tidak ada yang melihatnya kecuali Allah; Puasa di hari yang panas; Sholatnya seseorang di padang pasir, tidak ada yang melihatnya kecuali Allah azza wa jalla.”

Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Darda’ beliau berkata:

الإِيمَانُ يَزْدَادُ وَيَنْقُصُ

“Keimanan itu bertambah dan berkurang.”

Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman meriwayatkan dari Abu Hurairah beliau berkata:

الإِيمَانُ يَزْدَادُ وَيَنْقُصُ

“Keimanan itu bertambah dan berkurang.”

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan juga dari Habib bin Khumasyah beliau berkata:

الْإِيمَانُ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ

“Keimanan itu bertambah dan berkurang.”

Ditanyakan kepadanya: apa saja yang menambahnya dan apa saja yang menguranginya?

Beliau menjawab:

إذَا ذَكَرْنَاهُ وَخَشِينَاهُ فَذَلِكَ زِيَادَتُهُ ، وَإِذَا غَفَلْنَا وَنَسِينَا وَضَيَّعْنَا فَذَلِكَ نُقْصَانُهُ

“Ketika kami mengingat-Nya dan takut kepada-Nya maka yang demikian itu adalah bertambahnya keimanan. Ketika kami lalai, lupa, dan luput maka yang demikian itu adalah berkurangnya keimanan.”

Semua atsar tersebut menunjukkan bahwa keimanan seorang mu’min bertambah dengan berdzikir kepada Allah dan melaksanakan ketaatan – ketaatan, serta berkurang karena lalai dari berdzikir kepada Allah dan melupakan ketaatan – ketaatan.

Contoh dari yang demikian itu adalah riwayat Ibnu Abi Syaibah di dalam al-Iman dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya beliau berkata:

مَا نَقَصَتْ أَمَانَةُ عَبْدٍ قَطُّ إِلا نَقَصَ إِيمَانُهُ

“Tidaklah sifat amanah seorang hamba pudar (berkurang), tiada lain adalah karena berkurang imannya.”

Ibnu Abi Syaibah juga meriwayatkan dengan sanadnya yang shahih dari Adi bin Adi bahwa Umar bin Abdul Aziz menulis kepadanya:

فَإِنَّ الإِيمَانَ فَرَائِضُ ، وَشَرَائِعُ ، وَحُدُودٌ ، وَسُنَنٌ ، فَمَنِ اسْتَكْمَلَهَا اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَكْمِلْهَا لَمْ يَسْتَكْمِلِ الإِيمَانَ

“Sesungguhnya iman itu memiliki fardhu – fardhu, syariat – syariat, hukum – hukum, dan sunnah – sunnah, maka barangsiapa yang menyempurnakannya ia menyempurnakan imannya. Barangsiapa yang tidak menyempurnakannya maka ia tidak menyempurnakan imannya.”

Sufyan ats-Tsauri menyampaikan dari Mujahid beliau berkata:

الْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ ، يَزِيدُ وَيَنْقُصُ

“Iman itu adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.”

At-Thabari meriwayatkan di dalam tafsirnya dari Mujahid juga mengenai firman-Nya:

قَالَ بَلَىٰ وَلَٰكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي

Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” QS. Al-Baqarah: 260.

Maksudnya: bertambah keimananku.

Ibnu an-Najar, ad-Dailami, dan Sa’id bin Manshur, meriwayatkan dari Anas bin Malik, Al-Baihaqi juga meriwayatkannya dari Hasan al-Bashri beliau berkata:

لَيْسَ الإِيمَانُ بِالتَّحَلِّي وَلا بِالتَّمَنِّي ، وَلَكِنْ مَا وَقَرَ فِي الْقَلْبِ ، وَصَدَّقَتْهُ الأَعْمَالُ ، مَنْ قَالَ حَسَنًا ، وَعَمِلَ غَيْرَ صَالِحٍ ، رَدَّهُ اللَّهُ عَلَى قَوْلِهِ ، وَمَنْ قَالَ حَسَنًا ، وَعَمِلَ صَالِحًا ، رَفَعَهُ الْعَمَلُ ، ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ : إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

“Tidaklah Iman itu dengan berhias dan bukan pula dengan angan-angan, akan tetapi apa yang bersemayam di dalam hati dan dibenarkan dengan amal perbuatan, siapa yang mengucapkan yang baik dan melakukan yang tidak baik, Allah menolaknya atas perkataannya; barang siapa yang mengucapkan yang baik dan melakukan yang baik, Allah mengangkat amalnya. Yang demikian itu karena Allah berfirman:

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

“Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal kebajikan Dia akan mengangkatnya.” QS. Al-Fathir: 10.

Semua yang disebutkan itu menunjukkan bahwa iman kaum mu’minin bertambah dengan amal sholih dan berkurang dengan amal buruk, dan Allah hanya akan menerima amal yang sholih.

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

Rujukan:
Dr. Wahbah Zuhailiy. Ushul al-Iman wa al-Islam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *