Berbagai Adzab di Dunia Bagi Fir’aun dan Para Pengikutnya

Tafsir QS. Al-A’raf: 130-133

Allah ta’ala berfirman:

وَلَقَدۡ أَخَذۡنَاۤ ءَالَ فِرۡعَوۡنَ بِٱلسِّنِینَ وَنَقۡصࣲ مِّنَ ٱلثَّمَرَ ٰ⁠تِ لَعَلَّهُمۡ یَذَّكَّرُونَ * فَإِذَا جَاۤءَتۡهُمُ ٱلۡحَسَنَةُ قَالُوا۟ لَنَا هَـٰذِهِۦۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَیِّئَةࣱ یَطَّیَّرُوا۟ بِمُوسَىٰ وَمَن مَّعَهُۥۤۗ أَلَاۤ إِنَّمَا طَـٰۤىِٕرُهُمۡ عِندَ ٱللَّهِ وَلَـٰكِنَّ أَكۡثَرَهُمۡ لَا یَعۡلَمُونَ * وَقَالُوا۟ مَهۡمَا تَأۡتِنَا بِهِۦ مِنۡ ءَایَةࣲ لِّتَسۡحَرَنَا بِهَا فَمَا نَحۡنُ لَكَ بِمُؤۡمِنِینَ * فَأَرۡسَلۡنَا عَلَیۡهِمُ ٱلطُّوفَانَ وَٱلۡجَرَادَ وَٱلۡقُمَّلَ وَٱلضَّفَادِعَ وَٱلدَّمَ ءَایَـٰتࣲ مُّفَصَّلَـٰتࣲ فَٱسۡتَكۡبَرُوا۟ وَكَانُوا۟ قَوۡمࣰا مُّجۡرِمِینَ

Dan sungguh, Kami telah menghukum Fir’aun dan kaumnya dengan (mendatangkan musim kemarau) bertahun-tahun dan kekurangan buah-buahan, agar mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila kebaikan (kemakmuran) datang kepada mereka, mereka berkata, “Ini adalah karena (usaha) kami.” Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan pengikutnya. Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan Allah, namun kebanyakan mereka tidak mengetahui. Dan mereka berkata (kepada Musa), “Bukti apa pun yang engkau bawa kepada kami untuk menyihir kami, kami tidak akan beriman kepadamu.” Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa. QS. Al-A’raf: 130-133.

Tafsir dan Penjelasan

Ini adalah bagian ke delapan dari kisah Musa bersama Fir’aun. Bagian ini mengisahkan balasan dan hukuman atau tanda – tanda yang Allah turunkan kepada Fir’aun dan kaumnya setelah Musa ‘alaihissalam memberi berita gembira kepada kaumnya dengan turunnya adzab atas Fir’aun dan kaumnya dengan perkataannya:

عَسى رَبُّكُمْ أَنْ يُهْلِكَ عَدُوَّكُمْ

“Mudah-mudahan Tuhan kamu membinasakan musuh kamu. QS. Al-A’raf: 129.

Di sini disebutkan bermacam – macam adzab sebelum datangnya adzab yang memusnahkan, sebagai peringatan bagi para pendengar atas bahayanya kekafiran dan pendustaan. Adapun adzab yang memusnahkan adalah adzab yang berupa penenggelaman Fir’aun di dalam laut dan selamatnya Bani Israil.

Allah ta’ala telah menyebutkan di dalam Surat Al-Isra’ bahwasanya tanda – tanda hukuman itu ada sembilan dengan firman-Nya:

وَلَقَدۡ ءَاتَیۡنَا مُوسَىٰ تِسۡعَ ءَایَـٰتِۭ بَیِّنَـٰتࣲ

Dan sungguh, Kami telah memberikan kepada Musa sembilan mukjizat yang nyata. QS. Al-Isra’: 101.

Dalam pembahasan di sini disebutkan tujuh tanda dan ditambahkan dengan yang disebutkan dalam Surat Yunus yaitu:

وَقَالَ مُوسَىٰ رَبَّنَاۤ إِنَّكَ ءَاتَیۡتَ فِرۡعَوۡنَ وَمَلَأَهُۥ زِینَةࣰ وَأَمۡوَ ٰ⁠لࣰا فِی ٱلۡحَیَوٰةِ ٱلدُّنۡیَا رَبَّنَا لِیُضِلُّوا۟ عَن سَبِیلِكَۖ رَبَّنَا ٱطۡمِسۡ عَلَىٰۤ أَمۡوَ ٰ⁠لِهِمۡ وَٱشۡدُدۡ عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ فَلَا یُؤۡمِنُوا۟ حَتَّىٰ یَرَوُا۟ ٱلۡعَذَابَ ٱلۡأَلِیمَ

Dan Musa berkata, “Ya Tuhan kami, Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan para pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. Ya Tuhan kami, (akibatnya) mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Ya Tuhan, binasakanlah harta mereka, dan kuncilah hati mereka, sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat azab yang pedih.” QS. Yunus: 88.

Maksud dari pembinasaan atas harta adalah pemusnahan dan penghancurannya.

Al-Baidhowi menafsirkan sembilan tanda – tanda itu dengan tanda – tanda yang dibawa Musa kepada Bani Israil. Inilah yang diperintahkan untuk mereka ikuti sebagai tanda – tanda akan datangnya hukuman, yang dengannya Fir’aun dan tentaranya dihukum, yaitu: tongkat (yang berubah jadi ular), tangan (yang bercahaya putih), hama belalang, kutu, katak, darah, memancarnya air dari batu, terbelahnya lautan, dan bergeraknya bukit Thur atas Bani Israil. Dikatakan juga: taufan (banjir besar), kekeringan, dan kurangnya buah -buahan adalah tiga tanda – tanda yang terakhir.

Pada kenyataannya, terbelahnya lautan itu terjadi setelah sempurnanya tanda – tanda disampaikan. Sedangkan memancarnya air dari batu itu terjadi setelah binasanya Fir’aun. Maka tidak tepat bila itu adalah tanda – tanda bagi Fir’aun dan kaumnya. Adapun tongkat yang menjadi ular dan tangan yang bercahaya putih, keduanya adalah mukjizat Musa ‘alaihissalam, bukan tanda – tanda adzab. Dengan demikian, pada hematnya, keseluruhan tanda – tanda tersebut adalah: Kekeringan, kekurangan harta, jiwa, buah – buahan, banjir besar, hama belalang, kutu, katak, dan darah. Tujuh di antaranya disebutkan di Surat Al-A’raf ini, yang lainnya lagi disebutkan dalam Surat Yunus sebagaimana telah dijelaskan. Adapun kekurangan jiwa itu  biasanya disebabkan oleh kemarau, kekurangan buah – buahan dan banjir besar. Mujahid dan ‘Atha’ berkata: Taufan itu adalah maut.

Makna ayat – ayat tersebut adalah: Sungguh Kami telah menguji para pengikut Fir’aun dengan tahun – tahun kelaparan karena sedikitnya hasil pertanian di pedalaman – pedalaman, dan kurangnya buah – buahan di musim hujan. Raja’ bin Haiwah berkata: “Pada saat itu, pohon kurma tidak berbuah melainkan hanya sekali saja”.

Kemudian Allah ta’ala berfirman:

لَعَلَّهُمۡ یَذَّكَّرُونَ

“Agar mereka mengambil pelajaran”. QS. Al-A’raf: 130.

Yakni agar mereka ingat kembali, mengambil pelajaran, dan kembali dari kekafiran dan pendustaan mereka terhadap ayat – ayat Allah. Agar mereka berhenti dari kezhaliman mereka terbadap Bani Israil serta beriman terhadap Allah. Juga agar mereka menjawab seruannya Musa ‘alaihissalam karena merupakan sunnah-Nya untuk mengutus para pemberi peringatan. Pengalaman menunjukkan bahwa bencana itu dapat melunakkan jiwa. Maka musibah – musibah, kesengsaraan – kesengsaraan, dan kurangnya buah – buahan itu harusnya dapat menjadi sebab kembalinya manusia kepada Allah ta’ala. Jika mereka kembali kepada Rabb mereka dan menetapi petunjuk, maka itu adalah kebaikan dan kelapangan. Jika mereka berpaling, maka yang akan terjadi adalah kelaparan, paceklik, dan kebinasaan yang pasti. Sungguh para pengikut Fir’aun telah berpaling dari dakwah Musa setelah mereka diberi peringatan, maka jadilah mereka orang – orang yang binasa.

Kemudian Allah ta’ala menjelaskan bahwasanya musibah – musibah itu justru malah menambah kesombongan dan kedengkian para pengikut Fir’aun. Allah ta’ala berfirman:

فَإِذَا جَاۤءَتۡهُمُ ٱلۡحَسَنَةُ قَالُوا۟ لَنَا هَـٰذِهِۦ

Kemudian apabila kebaikan (kemakmuran) datang kepada mereka, mereka berkata, “Ini adalah karena (usaha) kami.” QS. Al-A’raf: 131.

Yakni ketika datang kesuburan, rizki, dan bertambahnya buah – buahan dan ternak, mereka berkata: Ini adalah bagi kami dan kami pantas menerimanya karena amal, pengetahuan, dan keunggulan kami. Jika mereka ditimpa keburukan berupa kekeringan dan paceklik, mereka merasa sial terhadap Musa dan para pengikutnya. Mereka berkata: “Ini karena Musa dan para pengikutnya juga karena apa yang mereka bawa”. Mereka itu lalai dari kewajiban bersyukur atas nikmat Allah dan juga keburukan – keburukan mereka, kerusakan perbuatan – perbuatan mereka, dan kejahatan diri mereka. Hal ini seperti yang Allah ta’ala firmankan berkenaan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga keluarganya:

وَإِن تُصِبۡهُمۡ حَسَنَةࣱ یَقُولُوا۟ هَـٰذِهِۦ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ وَإِن تُصِبۡهُمۡ سَیِّئَةࣱ یَقُولُوا۟ هَـٰذِهِۦ مِنۡ عِندِكَۚ قُلۡ كُلࣱّ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ

Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, “Ini dari sisi Allah,” dan jika mereka ditimpa suatu keburukan mereka mengatakan, “Ini dari engkau (Muhammad).” Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi Allah.” QS. An-Nisa’: 78.

Kemudian Allah menjawab mereka dengan firman-Nya:

أَلَاۤ إِنَّمَا طَـٰۤىِٕرُهُمۡ عِندَ ٱللَّهِ

Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan Allah. QS. Al-A’raf: 131.

Yakni sesungguhnya setiap yang menimpa mereka berupa kebaikan atau keburukan, itu semua terjadi dengan ketetapan Allah dan takdirnya. Allah menjadikan kebaikan sebagai ujian untuk mengetahui orang – orang yang bersyukur dari orang – orang yang tidak tahu terima kasih. Allah juga menjadikan keburukan sebagai ujian untuk mengetahui orang – orang yang sabar dari orang – orang yang tidak sabar, juga agar orang – orang yang sesat dan berbuat kerusakan kembali dari kesesatan dan kerusakan mereka sehingga mereka berhenti dari kezhaliman dan kesesatan mereka itu.

Pada umumnya, Allah ta’ala juga menjadikan amal – amal perbuatan para hamba itu sebagai sebab turunnya kebaikan dan keburukan atas mereka. Az-Zamakhsyari berkata mengenai tafsir “nasib mereka di tangan Allah”: “Yakni kebaikan dan keburukan yang menimpa mereka adalah berasal dari sisi Allah. Dia lah yang menetapkan dan menghendakinya. Allah lah yang menghendaki apa yang menimpa mereka berupa kebaikan dan keburukan. Tidaklah kesialan seseorang dan  tidak pula nasib baiknya yang menyebabkannya sebagaimana firman Allah ta’ala:

قُلۡ كُلࣱّ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ

Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi Allah.” QS. An-Nisa’ 78.

Bisa juga makna ayat tersebut adalah: Ketahuilah, sesungguhnya sebab kemalangan mereka ada di sisi Allah, yaitu amal mereka yang telah termaktub di sisi-Nya yang membuat mereka malang. Mereka akan dihukum atasnya setelah kematian mereka dengan apa yang Allah janjikan dalam firman-Nya:

ٱلنَّارُ یُعۡرَضُونَ عَلَیۡهَا

Mereka dimasukkan ke dalam neraka (di kubur). QS. Ghafir: 46.”

Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui hikmah Allah dalam perkisaran alam semesta dan hubungan antara sebab akibat. Kebanyakan manusia tidak mengetahui bahwasanya urusan – urusan itu terjadi dengan proporsi tertentu dan bahwasanya segala sesuatu itu ada ukurannya di sisi-Nya. Maka tidaklah kemalangan itu terjadi karena Musa dan kaumnya. Sesungguhnya sebab terjadinya kemalangan itu adalah buruknya amal dan juga sesuai dengan tatanan Ilahi dalam hukum sebab – akibat yang telah disebutkan di atas.

Disamping itu, segala kebaikan dan keburukan itu tidak membuat mereka ingat kembali terhadap apa yang diwajibkan atas mereka kepada Rabb mereka. Mereka itu malah menentang, membangkang, menyimpang dari kebenaran, dan bersikeras atas kebatilan dengan perkataan mereka kepada Musa: “Sesungguhnya ayat apa saja yang engkau datangkan kepada kami, hujjah dan dalil apa saja yang engkau tampakkan dan engkau tunjukkan kepada kami untuk menundukkan dan mengubah kami dari agama kami, kami meragukannya dan tidak akan menerimanya darimu. Kami tidak beriman terhadapmu, juga terhadap apa yang engkau bawa. Kami tidak membenarkan risalah dan perkataanmu selama – lamanya. “

Oleh karena itu Allah menghukum mereka atas kekufuran, pendustaan, dan kejahatan mereka. Maka dikirimlah taufan atas mereka: yaitu hujan yang amat sangat lebat yang merusak pertanian dan buah – buahan. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas: “Taufan adalah apa saja yang membanjiri dan menghajar mereka berupa hujan atau air bah”.

Allah juga mengutus belalang kepada mereka. Belalang tersebut memakan setiap tanaman pertanian dan buah – buahan mereka kemudian baru memakan segala sesuatu. Sehingga pintu – pintu, atap rumah, dan pakaian pun dimakannya. Akan tetapi, tidak satupun rumah – rumah Bani Israil yang dimasuki belalang itu. Mereka (para pengikut Fir’aun) pun meminta tolong kepada Musa. Beliau pun menyingkapkannya dari mereka setelah tujuh hari. Musa ‘alaihissalam keluar menuju tanah lapang dan mengisyaratkan dengan tongkatnya ke arah timur dan barat. Maka belalang – belalang pun kembali ke arah dari mana mereka datang. Namun mereka (para pengikut Fir’aun) berkata: “Tidaklah kami termasuk orang yang meninggalkan agama kami”.

Kemudian setelah berlalu satu bulan, Allah menguasakan kutu atas mereka: yaitu kutu binatang yang besar atau tungau yang memakan sisa belalang, atau lalat kecil,  atau kutu yang diketahui menggigit dan menghisap darah. Yakni bahwasanya setelah hama belalang, Allah menguasakan atas mereka hama pertanian berupa hewan kecil seperti ulat sehingga hama tersebut memakan tanaman pertanian dan memusnahkan segala sesuatu yang hijau. Kemudian mereka meminta tolong kepada Musa sehingga beliau pun menyingkapkannya dari mereka. Namun setelah itu mereka pun tetap saja kembali lagi kepada kondisi mereka sebelumnya.

Allah pun mengutus katak. Katak tersebut masuk ke dalam rumah – rumah mereka, memenuhi wadah – wadah dan makanan mereka. Saat itu ketika seseorang hendak berbicara, katak masuk dalam mulutnya. Katak itu juga memenuhi tempat tidur mereka sehingga mereka tidak bisa tidur. Katak itu juga melompat masuk ke dalam panci yang mendidih dan tungku api yang apinya menggelegak. Mereka pun mengadu kembali kepada Musa dan berkata: “Kasihanilah kami sekali ini, tidak ada yang tersisa kecuali kami bertaubat dengan taubat yang sebenar – benarnya dan tidak akan kembali lagi. Maka diambillah janji atas mereka dan Musa pun berdoa. Allah pun menyingkapkannya dari mereka. Namun lagi – lagi mereka melanggar janji.

Maka Allah pun mengutus darah kepada mereka. Yakni air – air mereka berubah menjadi darah. Saat itu mereka tidak dapat mengambil air dari sungai – sungai dan sumur – sumur.  Mereka mendapatinya sebagai darah yang segar. Maka mereka pun mengadu kepada Fir’aun. Fir’aun berkata: “Sesungguhnya dia telah menyihir kalian”. Saat itu dia mengumpulkan antara seorang bangsa Qibthi dan seorang bangsa Israil dekat satu bejana. Maka yang ada disebelah orang Israil adalah air dan yang ada disebelah orang Qibthi menjadi darah.

Semuanya itu adalah tanda – tanda yang terperinci yaitu bukti yang amat sangat jelas. Tidak menyulitkan akal bahwasanya itu berasal dari Allah dan tidak ada
yang dapat melakukannya selain Allah. Tidak menyulitkan akal juga bahwasanya itu adalah pelajaran dan siksaan atas kekufuran mereka. Tanda – tanda itu menunjukkan atas benarnya Musa ketika ia memberi peringatan akan terjadinya semua itu secara jelas.

Adapun Fir’aun dan kaumnya, mereka tersesat dalam pengingkaran dan kesombongan mereka sehingga mereka menyombongkan diri dari beribadah kepada Allah dan tidak mengambil pelajaran. Mereka adalah kaum yang berbuat kejahatan pada diri mereka sendiri dan yang lainnya. Mereka bersikeras di atas kejahatan dan dosa.

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

Rujukan:
Tafsir Al-Munir Syaikh Wahbah Zuhaili.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *