Dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ
“Tidaklah seorang nabi yang diutus oleh Allah pada umat sebelumku melainkan dia memiliki pembela dan sahabat yang memegang teguh sunah-sunnah dan mengikuti perintah-perintahnya, kemudian datanglah setelah mereka suatu kaum yang mengatakan sesuatu yang tidak mereka lakukan, dan melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan. Barangsiapa yang berjihad dengan tangan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan lisan melawan mereka maka dia seorang mukmin, barangsiapa yang berjihad dengan hati melawan mereka maka dia seorang mukmin, dan setelah itu tidak ada keimanan meski hanya sebesar biji sawi.” HR. Muslim.
Bahasa Hadits:
حَوَارِيُّونَ
Pembela. Al-Azhari berkata: mereka itu adalah sahabat sebenar – benarnya sahabat para Nabi dan orang – orang yang terpilih. Dikatakan juga: para mujahid yang menolong mereka.
خُلُوفٌ
Orang yang datang sesudahnya. Kata ini adalah jama’ dari خلف dengan huruf lam yang disukunkan yakni pengganti dengan keburukan. Adapun خلف dengan huruf lam yang difathahkan, maka artinya adalah pengganti dengan kebaikan.
خَرْدَلٍ
Biji yang sangat kecil. Ini adalah kata kiasan untuk menggambarkan sesuatu yang sangat kecil.
Faedah Hadits:
1. Hadits ini berisi dorongan agar kita melawan orang – orang yang menyalahi syariat dengan perkataan dan perbuatan mereka.
2. Ketiadaan pengingkaran hati atas kemunkaran adalah dalil atas hilangnya keimanan dari hati.
Abdullah Ibnu Mas’ud berkata:
“Celakalah orang yang tidak mengetahui yang ma’ruf dan yang munkar dengan hatinya”.
Dengan demikian, seorang mu’min harus mengetahui perkara – perkara apa saja yang ma’ruf dan perkara – perkara apa saja yang munkar. Ketiadaan pengetahuan atasnya tentu saja akan menimbulkan ketiadaan pengingkaran terhadap yang munkar meski dengan pengingkaran hati saja. Bila tidak ada pengingkaran terhadap kemunkaran meski dengan hati saja, bisa jadi tiada iman dalam hati ini yang tersisa meski hanya sebesar biji sawi saja. Na’dzubillahi min dzalik.
Wallahu ‘alam bi as-shawab.
Rujukan:
al-Bugha, Dr. Musthafa dkk. Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhus Shalihin.