Makna – Makna Asmaul Husna Yang Menunjuk Kepada Nama Dzat Allah

Allah tabaraka wa ta’ala – sebagaimana telah dibahas sebelumnya – memiliki dua puluh delapan nama atau asma’ Dzat Ilahiyah. Setiap nama tersebut memiliki makna yang berbeda dengan nama yang lain. Padanya terdapat petunjuk – petunjuk dan kesan – kesan yang berhubungan dengan aqidah iman dan Islam.

1. Nama yang pertama adalah Allah (الله), maknanya adalah bahwasanya Dia itu kuasa atas penciptaan, tidak ada sesuatupun yang ada kecuali atas kehendakNya, Dia lah yang menang dan tidak dikalahkan, Dia lah yang berkuasa dan tidak dikuasai, tidak sah taklif (beban hukum) kecuali dariNya.

2. Al-Malik (المَلِكُ) (Maha Raja), yakni Dia lah yang memuliakan siapapun yang Ia kehendaki dan menghinakan siapapun yang Ia kehendaki. Mustahil atasNya kehinaan.

3. Al-Quddūs (القُدُّوس) (Maha Suci), yakni Dia lah yang bebas dari aib – aib, sekutu – sekutu, dan kontra diksi.

4. As-Salām (السَّلَام) (Maha Sejahtera), yakni keselamatan itu ada bersamaNya dan ada padaNya.

5. Al-Mu’min (المُؤْمِن) (Maha Terpercaya), yakni sesungguhnya kepadaNya lah keimanan dan petunjuk itu.

6. Al-Muhaimin (المُهَيْمِن) (Maha Memelihara), yakni pemilik kekuasaan dan kesempurnaan mutlak.

7. Al-Azīz (العَزِيز) (Maha Perkasa), yakni yang kuat dan menang tidak kekurangan.

8. Al-Jabbār (الجَبَّار) (Maha Berkehendak), yang ketika Ia mengadzab, rasa belas kasihan tidak menghalanginya. Ketika Ia memberi, tidak karena kasihan. Jika Ia memberi, Ia memberi dari keluasanNya. Jika Ia menahan pemberian, Ia menahannya dari kuasaNya.

9. Al-Mutakabbir (المُتَكَبِّر) (Maha Memiliki Kebesaran), yang tinggi tiada yang melingkupiNya.

10. Al-‘Alī (العَلِي) (Maha Tinggi), Yang Maha Tinggi dari para raja, Maha Tinggi dari orang yang memiliki kekuasaan yang tak terbatas, Maha Tinggi dari batasan, Maha Tinggi dari kewajiban dan larangan.

11. Al-‘Azhīm (العَظِيم) (Maha Agung), yang wajib untuk rendah diri dan menyerahkan diri ketika mengerjakan ketaatan kepadaNya.

12. Al-Jalīl (الجَلِيل) (Maha Luhur), yang wajib untuk tunduk kepadaNya.

13. Al-Kabīr (الكَبِير) (Maha Besar), yang tidak berlaku ukuran bagiNya, tidak ditolak pengaturanNya, dan tidak diselisihi dalam urusan – urusan.

14. Al-Hamīd (الحَمِيد) (Maha Terpuji), yang bagiNya makna – makna terpuji, sifat – sifat terpuji dan sifat – sifat yang sempurna.

15. Al-Majīd (المَجِيد) (Maha Mulia), yakni sendirian dalam kemuliaan, kebesaran, dan kemuliaan. Tiada seorang pun yang sebanding denganNya dalam sifat – sifat terpuji.

16. Al-Haq (الحَق) (Maha Benar), yang pasti tidak mungkin untuk membantahNya dan tidak dibenarkan menyampaikan bantahan kepadaNya.

17. Al-Mubīn (المُبِين) (Maha Jelas), jelas bagi orang – orang yang berakal.

18. Al-Wāhid (الوَاحِد) (Maha Tunggal), yang tidak boleh bagiNya terbagi, tidak pula penyerupaan, serta tidak ada yang keluar dari kerajaanNya.

19. Al-Mājid (المَاجِد) (Maha Mulia), yang disifati dengan kebesaran dan ketinggian dalam sifat – sifat yang paling sempurna.

20. As-Shomad (الصَّمَد) (Maha Dibutuhkan), yang dituju dalam mencari kebutuhan.

21. Al-Awwal (الأَوَّل) (Maha Permulaan), yang dahulu, yang azali, tiada permulaan bagiNya dan senantiasa demikian.

22. Al-Akhir (الآخِر) (Maha Akhir), yang kekal, yang mustahil bagiNya ketiadaan dan fana.

23. Az-Zhaahir (الظَّاهِر) (Maha Nyata), yang tidak ada di atasNya sesuatupun dan bahwasanya Dia itu merupakan suatu hal yang nyata untuk diketahui dengan dalil – dalil yang pasti dan yakin.

24. Al-Baathin (البَاطِن) (Maha Ghaib), yang tidak ada di bawahNya sesuatupun, Ia mengetahui yang tersembunyi, Ia tidak dapat diketahui dengan sentuhan, penciuman, dan indra perasa.

25. Al-Muta’ali (المُتَعَال) (Maha Tinggi), bahwasanya Ia Maha tinggi dari penderitaan, dari kebutuhan, dan dari lenyap sifat dan dzatNya.

26. Al-Ghani (الغَنِي) (Maha Kaya), yang cukup dari kuasa selainNya, maka Ia tidak butuh kepada penopang atau hubungan.

27. An-Nur (النُّوْر) (Maha Bercahaya), yang tidak tersembunyi atas wali – waliNya dengan dalil, tidak benar menjangkauNya dengan penglihatan, dan nyata bagi setiap yang berakal dengan akalnya.

28. Dzul Jalaal (ذُوْ الجَلَال) (Yang Memiliki Kebesaran), yang khusus memiliki kesempurnaan sifat – sifat yang telah disebutkan di atas. Dialah tuan yang mutlak. Dia adalah tuhan yang mengubah apa saja dan bagaimana Ia kehendaki. Dia adalah yang satu yang tidak boleh bagiNya kekurangan dan penambahan. Dia adalah yang sendiri, yang tidak dibenarkan bagiNya memiliki istri dan anak. Dia adalah yang ganjil yang tidak disifati dengan sifat yang dapat digunakan oleh yang lainnya kecuali sifat tersebut hanya diperuntukkan bagiNya dan berbeda dari lainnya.

Sebagai catatan bahwasanya nama – nama Allah ta’ala itu ada 99 nama, maknanya penamaan – penamaan hamba bagi Allah, karena Dia itu dalam diriNya hanya satu. Pemilik nama itu satu. Maka perkataan bahwasanya Dia itu Qadim, Ilah (tuhan), dan al-Malik, menunjukkan kepada Dzat yang hanya satu dan Maha Tinggi. Nama dan yang dinamai itu menunjuk ke satu Dzat (nama bagi Dzat Ilahiyah).

Nama itu sifat yang tegak bagi yang diberi nama, yakni tidak dikatakan: sesungguhnya nama itu adalah dia yang diberi nama. Tidak pula dikatakan: sesungguhnya nama itu bukanlah yang diberi nama. Seperti misalnya al-Alim (Maha Mengetahui) dan al-Qadir (Maha Kuasa), dari nama Dia itu al-Ilmu (mengetahui) dan al-Qudrah (kuasa). Maka sifat itu adalah sifat yang tegak dengan DzatNya Allah ta’ala. Nama Dzat Allah itulah yang memiliki sifat – sifat ini. (Nama bagi sifat – sifat Dzat).

Adapun nama yang tekait dengan sifat perbuatan, maka nama yang ada di dalamnya bukanlah nama yang menunjuk kepada Dzat. Misalnya saja al-Khaliq (Maha Pencipta) dan ar-Razaq (Maha Pemberi Rezeki) dari al-Khalqu (ciptaan) dan ar-Rizqu (rezeki/pemberian), keduanya yakni Maha Pencipta dan Maha Pemberi Rezeki adalah dua sifat dan kedua sifat itu bukanlah nama Dzat melainkan sifat perbuatan. Sifat – sifat ini tidak menjadi nama Dzat, akan tetapi Dzat Allah yang Esa lah yang memiliki sifat – sifat ini. (Baca lebih lanjut: Perbedaan Antara Sifat Dzat dan Sifat Fi’lun (Sifat Perbuatan) Allah).

Wallahu ‘alam bi as-shawab.

Rujukan:
Dr. Wahbah Zuhailiy. Ushul al-Iman wa al-Islam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *